Selasa, Agustus 16, 2011

Ahmad Faisal Ismail: Berkibar Bersama Sukribo

Sumber: HenryKomik

Nama lengkapnya Ahmad Faisal Ismail, tapi ia lebih populer dengan nama Mail Sukribo. Mail memang pencipta tokoh kartun Sukribo yang secara berkala muncul di Kompas edisi Minggu. Bahkan, Sukribo jua sudah mucul di kaus, mug, dan lainnya. Ia juga punya studio Sebikom yang mengerjakan berbagai karya ilustrasi.



Tak terasa, sudah delapan tahun Sukribo muncul di Harian Kompas tiap hari Minggu. Tokoh kartun karya Ahmad Faisal Ismail (36) ini mendapat tempat di hati pembacanya. Ungkapannya yang menggelitik sering membuat pembaca tersenyum geli. Ternyata, Sukribo sudah lama muncul. “Saya membuatnya sejak masih mahasiswa. Awalnya, tokoh Sukribo muncul di ilustrasi buku tulis,” kata Mail.

Kala itu, Mail bekerja secara freelance di usaha penerbitan . Tugasnya mendesain gambar. Beragam desain dibuat Mail bersama teman-temannya. “Buku tulisnya laris banget. Enggak ada setahun sudah booming. Bahkan, sampai menjual buku tulis secara paket. Satu pak berisi 20 buku dengan 20 gambar ilustrasi. Uniknya, ilustrasi itu ada ceritanya, tamat dalam 20 buku. Misalnya saja komik Jaka Tingkir,” kenang Mail saat ditemui di rumahnya di Sleman.

DAPAT SURAT PERINGATAN

Suatu ketika di tahun 2003, Mail tengah menyelesaikan skripsi. Di saat sama, ia juga terlibat dalam acara Pekan Komik dan Animasi Nasional. Saat itulah ia mendapat telepon dari Efix Mulyadi dari Harian Kompas. “Pak Efix minta dibuatin komik strip. Katanya, sih, untuk bahan diskusi dengan teman-teman, tidak mengatakan untuk dimuat di Kompas. Ia minta sekitar 30 komik strip.”

Karena kesibukannya, Mail tidak sanggup memenuhi permintaan Efix. Ia hanya bisa kirim 4 komik strip. “Saya mengambil tokoh Sukribo. Isinya tentang respons tentang situasi saat itu. Saya tak punya bayangan apa-apa.”

Dua minggu kemudian, Mail dapat kabar dari Samuel Indratma, temannya, seorang seniman Yogyakarta, “Aku lihat di Kompas Minggu. Ada gambar jelek kayak gambarmu. Korannya saya simpan,” kata Samuel seraya bercanda kepada Mail. Kabar serupa juga didengar Mail dari adiknya. “Ternyata benar, Sukribo sudah dimuat di Kompas. Baru beberapa hari kemudian saya dihubungi Kompas, Sukribo akan muncul tiap Minggu. Lalu, dibuat surat perjanjian,” kata Mail seraya mengatakan Sukribo muncul sejak September 2003.

Sejak itu hingga sekarang, Sukribo tak pernah absen. Celetukan Sukribo tidak hanya memancing geli, tapi kerap pula membuat telinga panas pihak yang dikritik. Ia beberapa kali mendapat surat peringatan. Bahkan, pernah akan dituntut ke pengadilan. “Kata Kompas, saya memecahkan rekor Pak Dwi Koen untuk urusan dapat surat peringatan. Saya jadikan pelajaran, tapi saya akan tetap kritis,” kata Mail yang membuat Sukribo dalam suasana Jogja.

Bapak dua anak ini mengungkapkan, kini karakter Sukribo juga dikelola teman-temanya dalam wadah bernama Siklus. Semula Siklus membuat bisnis konten provider, salah satunya bikin Sukribo. Sukribo pun muncul dalam berbagai bentuk, misalnya saja mug. “Ini untuk support ICW (Indonesia Corruption Watch) . Kami kirim 25 desain. Komiknya, sih, sudah muncul di Kompas, tapi oleh teman-teman dikasih warna.”

Yang paling gres, Sukribo muncul di Roemah Pelantjong, sebuah tempat semacam mal yang unik di Jl. Magelang, Yogyakarta. Tempat yang digagas Kafi Kurnia ini mendeklarasikan Yogyakarta sebagai ibu kota pelan di dunia, berangkat dari filosofi alon-alon waton kelakon. Sebuah filosofi yang sesungguhnya mengedepankan keselarasan hidup. Di sana terdapat produk-produk yang berkaitan dengan karakter Sukribo. Ada kaus KPK (Kelompok Penggemar Kribo) juga art work gambar Kribo. “Saya diajak kerja sama oleh Kafi Kurnia untuk ikut mendukung Roemah Pelantjong,” kata Mail yang menghiasi dinding Roemah Pelantjong dengan gambar-gambar Sukribo.

HADIAH LIMA JUTA

Tentu saja, Mail tidak tiba-tiba muncul ke permukaan. Ia sudah suka menggambar komik sejak SMP. Bahkan, ketika kelas 2 SMP, komik dua panelnya dimuat di Kedaulatan Rakyat, sebuah koran legendaris di Yogyakarta. “Tapi, hanya itu satu-satunya komik saya yang dimuat di koran. Selanjutnya, ya baru muncul di Kompas itu,” kata Mail seraya tergelak.

Kebiasaan menggambar komik terus berlanjut hingga SMA. Kata Mail, sebatas hanya untuk senang-senang saja. Namun, ketika ia masuk ke ISI jurusan Desain Interior tahun 1992, semula bukan karena alasan suka menggambar. “Sejujurnya saya masuk ke ISI karena bayar kuliahnya paling murah dibandingkan perguruan tinggi lainnya. Satu semester Rp 60 ribu. Maklum, saya berangkat dari keluarga sederhana,” kata Mail seraya mengatakan ayahnya termasuk aktivis buruh.

Suasana kampus, tutur Mail cukup kondusif untuk berkesenian. Ia menyalurkan hobi bikin komik bersama teman-temannya. Di kala lain, waktu luangnya digunakan untuk mencari usaha sampingan. “Waktu itu saya kerja apa saja. Yang paling banyak membuat spanduk. Soal kerja, saya sudah melakukannya sejak SMP, misalnya saja jualan sticker. Keadaan ekonomi keluarga memang mengharuskan saya cari uang. Hidup kami sangat sederhana. Kegiatan apa pun yang mesti bayar, misalnya saja acara study tour, saya pasti enggak ikut.”

Sampai suatu ketika di tahun 1995, Mail mengikuti sayembara membuat komik tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Mail membuat komik berjudul Muka Kacang. Mulai cerita sampai gambar ia kerjakan sendiri. Ia mengisahkan latar perjuangan yaitu sosok maling yang menjadi pejuang. Karyanya membuat dewan juri antara lain Marcell Bonef dan Efix Mulyadi, memilihnya menjadi juara satu.

“Saya mendapat hadiah uang Rp 5 juta. Jumlah yang menurut ukuran saya sangat besar. Saya langsung membeli teve untuk keluarga dan memperbaiki rumah. Tahun-tahun berikutnya, acara serupa diselenggarakan lagi. Komik karya saya berturut-turut selalu jadi juara. Yaitu komik berjudul Ayam Majapahit, Blandong, Wek, dan Panggil Aku Wartini Saja,” kata Mail seraya mengatakan, komik pemenang lain kebanyakan didominasi dari Jogja.

Mail merasa mantap bekerja di bidang gambar. Bersama kawan-kawannya ia membuat studio Sebikom, kependekan dari Sedang Bikin Komik. Ia dan kawan-kawannya menerima banyak order ilustrasi. Salah satu garapannya adalah buku berjudul DPR Uncensored, ia membuat ilustrasi dengan penulis Dati Fatimah. “Royalti yang saya dapat mencapai puluhan juta rupiah,” kata Mail yang juga ikut menggarap ilustrasi buku Orang Miskin Dilarang Sekolah.

Kegiatan lain Mail di luar urusan gambar adalah bersama istrinya, Evi Dona, terlibat dalam kegiatan di tempat tinggalnya, Kampung Ngemplak Caban, Sleman. “Kami bersama warga kampung melakukan kebersihan lingkungan. Bahkan, sudah sampai ke tahap pemilahan sampah dan daur ulang. Saya juga beberapa kali mengajak anak-anak kampung menggambar mural daripada bengong enggak ada kegiatan.”

Masih banyak rencana yang ingin dilakukan Mail. Dibantu kawan-kawannya, ia akan mengadakan pameran Sukribo ke beberapa kota, seperti Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan solo serta kota-kota lain. “Dalam acara itu, rencananya saya juga akan launching buku Sukribo,” katanya yang dari pekerjaannya mampu hidup layak di Yogyakarta.***

Foto: henry/dok pribadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar