Selasa, November 29, 2011

Liputan6.tv :: Dengan Bambu Melestarikan Orangutan ::

Foto: Antara
 Liputan6.tv :: Dengan Bambu Melestarikan Orangutan ::

Andi Ramdani sedang mengerjakan pembuatan orangutan raksasa setinggi lima meter di Roemah Pelantjong, Jl. Magelang, Yogyakarta, Sabtu (26/11).

Pembuatan orang utan dengan bahan bambu setinggi lima meter tersebut sebagai bentuk sikap untuk menolak pembantaian orangutan di Kalimantan.

Pembantaian Orangutan Kaltim Seniman Bikin Patung Kingkong

Foto: Antara/Noveradika
Pembunuhan terhadap monyet dan orangutan (Pongo pygmaeus morio) di Kalimantan Timur memunculkan reaksi beragam para aktivis pencinta hewan di berbagai wilayah di Indonesia. Tak terkecuali di Yogya, bedanya reaksi keprihatinan muncul dari sejumlah seniman Rumah Pelancong di kawasan Mlati, Sleman.

Minggu, November 27, 2011

Dengan Bambu Melestarikan Orangutan

Foto: Wiwik Susilo/SCTV
Liputan6.com, Sleman: Bila di Kalimantan sejumlah orangutan mati karena dibantai, di Sleman, Yogyakarta, justru ada orangutan bambu. Satu setengah bulan terakhir, sembilan seniman di di Rumah Pelancong di kawasan Mlati, Sleman, sibuk merangkai potongan bambu menjadi karya seni instalasi orangutan raksasa.

Pembantaian orangutan di Kalimantan menginspirasi mereka untuk membuat kreasi ini guna mengingatkan masyarakat akan pentingnya pelestarian orangutan sebagai satwa langka. Menggunakan 150 batang bambu, mereka membuat orangutan dan monster Godzilla raksasa dengan tinggi enam meter.

Rencananya, karya seni berbentuk orangutan Godzilla ini akan dipamerkan dalam sebuah pameran seni di Jakarta.(ADO)

Senin, November 21, 2011

Kartika pun Menyoal Keperjakaan

PADA awal Agustus 2002 lalu, Direktur Eksekutif Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Latihan Bisnis dan Humaniora (LSC&K Pusbih), IipWijayanto, membeberkan kepada wartawan di DPRD DIY, bahwa 97,05 persen mahasiswi dari 1.660 responden di Yogyakarta tak lagi perawan. Dengan kata lain, persentase tersebut menunjukkan, mayoritas mahasiswi di Yogyakarta pernah melakukan inter-course seks pranikah selama kuliah.

Nyaris ingin menggambarkan kisah serupa, Kartika Catur Pelita, justru mengungkap sebaliknya. Novelis asal Jepara ini meluncurkan novel perdananya berjudul Perjaka. "Novel perdana ini saya tulis berdasarkan fenomena tentang arti keperjakaan. Sebab, yang sering digunjingkan itu berkenaan dengan keperawanan dan belum ada yang menguak mengenai keperjakaan," demikian ia menerangkan novel setebal sekitar 200 halaman dan diterbitkan oleh Andalan Krida Nusantara ini.

Tema keperjakaan berdekatan dengan seluk-beluk kehidupan remaja masa kini yang lazim terjerat kasus seks bebas. Demikian halnya dengan keperawanan, keperjakaan juga perlu dipertanyakan.

"Novel ini adalah ide yang telah mengendap sejak lama. Nyaris diterbitkan pada 2009 namun gagal, akhirnya melalui beberapa lobi, novel ini hadir juga di khalayak," tuturnya lega.

Jumat  (18/11) malam di Roemah Pelantjong, Perjaka diluncurkan. Dihadirii Kafi Kurnia, Aliya Swastika, dr. Budi Pratiti, dan Sholahuddin Noorazmy. "Novel yang paling kocak dan paling lucu pada abad ini," ucap Kafi Kurnia.

Sepertinya, penulis ingin mengungkap fenomena kehidupan seks kaum remaja lewat buku ini, namun kemasannya sengaja dibuat jenaka, sehingga sedikit mengurangi tensi sebagian masyarakat yang sensitif terhadap masalah seks dan kebebasannya.

Tentu, tampak dari niat yang gigih, penulis ingin menjadikan buku ini sebagai tuntunan positif melalui konflik dan dialog yang disuguhkan.

Bagaimanapun, berbicara mengenai keperjakaan memang terasa awam di telinga mayoritas masyarakat. Sebaliknya, keperawanan menjadi cibiran klasik yang terkadang membuat sekat labirin antara perilaku remaja pria dan wanita.

Perjaka seolah berusaha mengikis ketidakadilan posisi keperawanan dan keperjakaan dalam dunia nyata lewat banyolan Kartika Catur Pelita. (Sigit Widya)

Senin, November 07, 2011

Seminar Strategi Pemasaran Pariwisata Bersama Kafi Kurnia

ROEMAH PELANTJONG mempersembahkan,
sebuah seminar penting yang strategis untuk 2012,

DJOGDJAKARTA SLOWLY ASIA

Sebuah Strategi Pemasaran Pariwisata, ala KAFI KURNIA -
khusus di rancang untuk DJOGDJAKARTA,

Jumat 18 November 2011,
mulai jam 14.30 hingga jam 18.00
di Roemah Pelantjong
Jalan Raya Magelang km 8 - no 89

Penting dihadiri semua praktisi pariwisata di Djogdjakarta

Tempat sangat terbatas !
Biaya : Rp. 50.000.- ( gratis 1 kaos + snack )

Pendaftaran :
Riry: + 62 815 751 170 599
Umami : + 62 858 421 70551

Senin, Oktober 24, 2011

Yogya Pelan Dalam Mural

Foto-foto: tuyuloveme.blogspot.com
Sumber: Kedaulatan Rakyat

KARYA street art seringkali dipandang sebelah mata. Terpampang di pinggir jalan tanpa apresiasi yang layak. Tak jarang, karya tersebut dianggap merusak keindahan kota karena dilukis pada tembok-tembok yang menjadi ruang publik.

Parahnya, seniman street art dituding sebagai pelaku kriminal karena dianggap berbuat vandalisme. Pandangan salah tersebut coba diluruskan dalam ‘Djogjakarta Slowly Asia’ yang digelar di Rumah Pelantjong mulai Kamis (20/10).

Seniman street art Yogya diwadahi untuk berkarya dalam ‘kanvas’ tembok sepanjang 700 meter persegi. Mereka yang turut dalam pergelaran ini, Sucktrash, What1204, Nside, Vayne, Muck, Oaker, Nick, Ant, Oyster, Bigshow, Tragic, Blame, Rubseight dan Tuyuloveme.

Tema besar yang diangkat, menjadikan Yogya sebagai ibukota Pelan. Kurator Djogjakarta Slowly Asia, Kafi Kurnia mengungkapkan bahwa karya street art menampilkan kejujuran karena dipajang di jalanan dan berada di ranah publik. Seniman street art berkarya untuk mengubah paradigma negatif menjadi hal positif.

“Tentunya karya seni tersebut harus dinikmati dengan pelan, karena ukuran karya seringkali teramat besar,” ujarnya. Pelan di sini, berbeda dengan lambat. Pelan bermakna menikmati kehidupan dengan kemewahan. Pasalnya, manusia saat ini cenderung tergesa-gesa dalam melakoni apa pun karena merasa tidak memiliki waktu banyak.


Kafi menegaskan bahwa street art sejajar dengan karya seni lain. Meski berbeda media untuk penyaluran kreativitas tersebut, street art lebih dari kenakalan walau ditampilkan lugas. Karya seniman Yogya, lanjutnya, bisa menjadi referensi dari seniman daerah lain karena memiliki ciri khas yang kental. Dalam satu lorong di Rumah Pelantjong, tertulis tegas ‘Welcome To Minioboro.’ Ada harapan, agar panggung seniman terpinggirkan ini selayak Malioboro, menjadi kantong budaya baru, yang tercipta dengan pelan namun pasti. (*-7)-k

Minggu, Oktober 23, 2011

Pameran Street Art "Djogdjakarta Slowly Asia"


Sumber: RRI
Ditangan seniman kreatif, mural dan street art berhasil memperindah kota Yogyakarta dan juga telah menyematkan dukungan predikat Yogyakarta sebagai Kota Budaya ditengah suasana kesemrawutan grafis kota yang cenderung tak teratur dan tidak memiliki konsep estetika kota, antara penghuni kota dengan lingkungan disekitarnya. Mural dan street art berhasil meredam teror visual iklan komersial sehingga gerakan memuralkan dan men-street-art-kan ruang publik layak mendapatkan acungan jempol.

Street Art di Roemah Pelantjong

Teks dan Foto: Budi W. Gudeg.net

Street Art semacam mural (grafity) kalau dilakukan ditempat publik bisa dikategorikan vandalisme. Namun, Roemah Pelantjong memberikan media bagi para Street artists untuk mengekspresikanya. Ide ini digagas oleh Kafi Kurnia selaku CEO Roemah Pelantjong.

Pameran Street Art "Djogjakarta Slowly Asia" memang memiliki tujuan mulia agar para perupa street art bisa memiliki media dan bebas untuk mengekspresikannya.

Dalam kesempatan tersebut, pihaknya memberikan luasan dinding sebanyak 700 m kepada mereka yang ingin "bercorat-coret" secara bebas. Tidak hanya itu, di Roemah Pelantjong juga terdapat Minioboro, semacam mininya Malioboro.

Dinding-dinding yang dahulunya polos kini terisi gambar grafity yang bagus-bagus. Sebut saja Rubs8, Vayne, Nsideone, Sucktrash dan lian sebagainya.

Tidak hanya menikmati mural saja yang bisa Anda nikmati, Anda juga bisa berbelanja aneka macam oleh-oleh yang dipampang di Roemah Pelantjong. Batik, kaus, aneka makanan olahan bisa Anda borong disana.

Sabtu, Oktober 22, 2011

(Pengantar Pameran Street Art) Membaca Street Art dengan Smart


Di tangan seniman kreatif, mural dan street art berhasil memperindah kota Yogyakarta. Mural dan street art telah menyemaikan dukungan predikat Yogyakarta sebagai kota budaya, di tengah suasana kesemrawutan grafis kota yang cenderung tak teratur, dan tidak memiliki konsep estetika kota antara penghuni kota dengan lingkungan sekitarnya.

Mural dan street art berhasil meredam teror visual yang ditembakkan iklan komersial dan berujung sampah visual. Gerakan memuralkan dan me-streetart-kan ruang publik layak mendapatkan acungan dua jempol sekaligus. Mengapa gerakan mulia itu patut diberi dukungan sepenuh hati? Karena mural dan street art mampu memberikan nuansa bermakna indah di ruang publik. Keberadaan mural dan street art dapat difungsikan menjadi dekorasi kota yang menarik dan artisik.

Karena dihadirkan di ruang publik, maka mural dan street art juga memiliki konsekuensi moral sebagai sebuah karya publik. Di antaranya: siapa pun saja boleh melihat, siapa saja diperkenankan mengakses keberadaannya, serta siapa saja dapat menjadikannya sebagai latar belakang berfoto ria. Yang disebutkan di belakang tadi adalah sisi kebermanfaatannya. Sebaliknya, pada sudut lain, eksistensi karya mural dan street art yang menempati ruang publik harus merelakan diri untuk menerima berbagai bentuk kejahatan visual yang menganibal karya tersebut dengan karya lainnya. Pendeknya, keamanan karya mural dan street art sangat riskan atas serangan kamu vandalis.

Di luar masalah vandalisme terhadap karya mural dan street art di ruang publik, sejatinya keberadaannya perlu dipertimbangkan pula bagaimana kesinambungan perawatannya, agar karya tersebut tetap awet dan terjaga dengan baik.

Mengapa perihal perawatan mural dan street art menjadi penting? Karena sejujurnya, karya mural dan street art tidak terlalu jauh bedanya dengan karya grafis kota atau media outdoor. Dari sisi ketahanan bahan, karya mural dan street art memiliki rentang waktu batas ketahanan fisik berkisar 1-3 tahun. Batas ketahanan tersebut menyangkut materi yang digunakan, sebab semakin lama tentu semakin usang. Apalagi jika menggunakan cat yang tidak berkualitas serta tembok yang usang maka, cat sebagai material utama untuk memvisualkan karya mural dan street art akan mudah mengelupas sehingga objek yang dimuralkan dan di-streetart-kan tidak jelas lagi. Efek negatifnya, karya mural dan street art pun dapat dikategorikan sebagai sampah visual.

Untuk itu, agar kualitas karya mural dan street art dapat bertahan minimalnya 1-3 tahun mendatang, para seniman mural dan street art harus memilih tembok yang ada di ruang publik serta menggunakan cat yang berkualitas agar mural dan street art benar-benar menjadi sebuah dekorasi kota yang indah dan artistik.

Selain itu, agar keberadaan karya mural dan street art tidak diserang kaum vandalis yang suka merusak karya mural dan street art, maka para seniman dalam penggarapan mural dan street art, perlu juga melibatkan masyarakat sekitar. Termasuk di dalamnya melibatkan anak jalanan, pengamen, pedagang kakilima, dan tukang parkir di sekitar kawasan yang memasang karya mural dan street art. Hal ini perlu dilakukan demi menjaga kelangsungan sebuah karya mural dan street art secara sosial dan bermartabat.

Ketika karya mural dan street art ditorehkan ke dalam ruang publik maka partisipasi aktif dan keterlibatan masyarakat di sekitar lokasi mural dan street art tersebut sangat dibutuhkan. Manakala hal itu terwujud, maka masyarakat pun mendapat kepercayaan untuk menunjukkan rasa memiliki atas sebuah karya seni di ruang publik bernama mural dan street art.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana jadinya ketika karya mural dan street art yang wajarnya ditorehkan di ruang publik dengan serta dipindahkan ke dalam sebuah ruangan yang besar, bersih dan nyaman. Bagaimana pula cita rasa visualnya ketika karya mural dan street art dipajang di ruang pamer yang ditempatkan di bawah atap sejuk yang melindunginya dari pancaran terik matahari, tampias guyuran hujan, serta melindunginya dari serangan kaum vandalis?

Atas beragam pertanyaan tersebut, dengan jujur saya juga belum dapat menjawabnya. Tetapi yang jelas, dengan semangat positive thinking kita simak pameran mural dan street art berjuluk “DJOGDJAKARTA SLOWLY ASIA” Sebuah pameran mural dan street art yang digelar di Roemah Pelantjong Jl. Magelang KM.8 Yogyakarta sejak 20 Oktober 2011.

Selamat membaca karya mural dan street art dengan smart.

*) Sumbo Tinarbuko (www.sumbotinarbuko.com) adalah Pengamat Ruang Publik dan Dosen Komunikasi Visual ISI Yogyakarta.
**) Foto: Halaman Sumbo Tinarbuko di Facebook.

Selasa, Oktober 18, 2011

Ini Dia Djogdjakarta Slowly Asia

Sumber: Jalanjalannews.blogspot.com

APA SIH Djogdjakarta Slowly Asia? Belakangan kok banyak diperbincangkan di sosial media, ya. Penasaran? Yaks, pada Kamis, 20 Oktober 2011, mulai jam 12.00 WIB Pameran Street Art bertema Djogdjakarta Slowly Asia ini akan diluncurkan. Pameran ini merupakan rangkaian dari Djogdjakarta Bienalle XI yang akan dimulai di Roemah Pelantjong, Jalan Magelang KM 8 Djogdjakarta.

Setelah peluncuran besok, pada jam 16.00 WIB-nya, acara akan dilanjutkan dengan open house untuk masyarakat umum. Selanjutnya, akan ada pagelaran Hip Hop Jawa dengan penampilan 10 grup yang akan menampilkan atraksi unik bernuansa jawa Kontemporer.

Lagi-lagi, apa sih Djogdjakarta Slowly Asia? Hehehe. ini jawabannya. Kurator sekaligus CEO Roemah Pelantjong, Kafi Kurnia akan menceritakan panjang lebar. Belum lama ini di New York, ia bertemu beberapa kurator gallery seni rupa kontemporer. Dalam pertemuan itu, ia berbincang-bincang soal street art, mulai dari Keith Haring, Banksy, Sickboy, D’Face, JR, Nunca hingga Shepard Fairey. Obrolan sangat seru hingga larut malam. "Sebelum tidur, saya masih tercekam dengan salah satu komentar rekan saya, bahwa – “Street Art – Never a Secret”.

Motto ini, katanya, bukanlah sesuatu yang baru. Malah sering dijumpai dalam banyak graffiti di kota-kota besar. Terpampang antara dinding kosong, entah itu dikolong jembatan atau pada bekas pabrik yang ditinggalkan. Berlainan dengan seni-seni halus yang memerlukan podium formal seperti galeri dan museum, maka “street art” adalah bentuk seni yang memilih podium “Exhibitionist” yang terbuka dan menantang. Sehingga menjadi sangat publik.

Itulah sebabnya, “street art” tidak pernah menjadi sebuah rahasia. Bagi banyak pelakunya, “street art” memang masih menjadi sebuah kanal pelampiasan. Anggaplah seperti sebuah masturbasi seni. Jadi jangan heran apabila mereka dimusuhi aparat, terlebih apabila seni yang ditampilkan cuma sekedar corat-coret, yang tidak mengindahkan keindahan dan lingkungan sekitar. Baru belakangan ini saja, artis-artis besar “street art” tampil dengan komposisi sosial yang cerdas, yang tidak jarang meledek dengan humor yang dalam. Maka apresiasi terhadap “street art” mulai meradang hingga ke nilai komersialisasi yang menyaingi seni seni kontemporer lain-nya.

Pameran Street Art “Djogdjakarta Slowly Asia” yang digagas Lentur Gallery/Roemah Pelantjong di Djogdjakarta dimaksudkan menjadi sebuah batu apung baru yang memunculkan keberanian dan pengakuan atas kehadiran sejumlah perupa “street art” Indonesia (selusin jumlahnya), yang bersama-sama mewujudkan sebuah coretan raksasa sepanjang lebih dari 40 meter dalam sebuah kenakalan bersama mengusung Djogdjakarta menjadi pusat turisme dunia yang baru dengan slogan : “Djogdjakarta Slowly Asia”.

Pameran “street art” ini akan menjadi pameran tetap, karena uniknya karya yang terpampang di selasar ini akan dijadikan sebuah pusat kerajinan cindera mata khas Djogdjakarta yang nantinya akan disebut dengan Minioboro alias Mini Malioboro. Mengamati tampilan karya 12 perupa “street art” Djogdjakarta ini, kita diajak menjelajahi sebuah emosi yang terpigura dalam sebuah selimut perca, dengan batas-batas naratif dan visual. Antara yang gamblang, dan yang tersirat. Dan antara yang tampil dan yang tersamar. Tantangan berikutnya tentulah nanti ketika selasar “street art” ini berinteraksi dengan orang banyak. Menguak dan menyentil emosi. "Menggelitik syaraf kita. Lalu meninggalkan kesan. Utuh atau sepenggal. Apapun bentuknya," ujarnya.

"Bagi saya sendiri kenikmatan bercengkrama dengan “street art” – Djogdjakarta Slowly Asia adalah pada kejengahan pola pikir dan interpertasi, bahwa rahasia dan kesucian “street art” memang tidak pernah ada. Sebuah ketelanjangan baru. Yang mengundang tanya dan takjub," kata Kurnia dalam siaran pers.

Senin, Oktober 10, 2011

Djogdjakarta Slowly Asia | a Streetart Exhibition

PARALEL EVENTS BIENNALE JOGJA XI
Roemah Pelantjong Proudly Present
A STREETART EXHIBITION
"DJOGDJAKARTA SLOWLY ASIA"

STREETARTIST :
SUCKTRASH | ANT | WHAT1204 | NSIDE | VAYNE | RUBS8 | MUCK TUYULOVEME | OAKER | NICK | BLAME | OYSTER | BIGSHOW | TRAGIC

OPENING :
20 October 2011
16.00 WIB till drop
(By Kafi Kurnia -Kurator / CEO Roemah Pelantjong)
At ROEMAH PELANTJONG
Jl. Magelang KM.8 Yogyakarta

HIPHOP PERFORM :
| Saintrow (SBY) | Youngsta | Djavallutha | Dirty Connection | | Gangguan (Pasuruan) | N.0.K. wolfgang | Soul2playa | N.O.T || JKH2C | ROU | ROMANU (Wonogiri) | B.E.N.D.O.T (Pasuruan)

Jumat, Oktober 07, 2011

Rabu, Oktober 05, 2011

Bersih Desa Nglanggeran

Foto: Masipoeng
Bersih Desa adalah sebuah ritual dalam masyarakat kita. Bersih Desa merupakan warisan dari nilai-nilai luhur lama budaya yang menunjukkan bahwa manusia jadi satu dengan alam. Ritual ini juga dimaksudkan sebagai bentuk penghargaan masyarakat terhadap alam yang menghidupi mereka.


Senin, Oktober 03, 2011

Tugu Yogyakarta

Tugu Yogyakarta adalah sebuah tugu atau menara yang sering dipakai sebagai simbol/lambang dari kota Yogyakarta. Tugu ini dibangun oleh Hamengkubuwana I, pendiri kraton Yogyakarta. Tugu yang terletak di perempatan Jl Jenderal Sudirman dan Jl. Pangeran Mangkubumi ini, mempunyai nilai simbolis dan merupakan garis yang bersifat magis menghubungkan laut selatan, kraton Jogja dan gunung Merapi. Pada saat melakukan meditasi, konon Sultan Yogyakarta pada waktu itu menggunakan tugu ini sebagai patokan arah menghadap puncak gunung Merapi.


Agenda Oktober: Karnaval di Djogdjakarta

www.jogjajavacarnival.com
Djogdjakarta Java Carnival adalah karnaval malam hari yang merupakan kemasan karnaval yang belum ada atau belum pernah diselenggarakan di Indonesia, kecuali di Djogdjakarta. Tuntutan penghadiran teknologi, komposisi bentuk, ragam warna dan siraman cahaya menjadi hal utama dalam mewujudkan kemeriahan dan keceriaan malam. Kemajemukan dari semua bentuk di atas, ditambah dengan akan berkumpulnya artis-artis penampil dan para penikmat karnaval dari berbagai pelosok wilayah Djogdjakarta, Indonesia, bahkan luar negeri itulah yang disatukan dalam sebuah keselarasan …sebuah harmonisasi…harmonisasi di malam hari …dan hanya terjadi di Djogdjakarta.

Minggu, Oktober 02, 2011

Bus Kota Djogdjakarta Aman dan Nyaman

Salah satu bis kota di Djogdjakarta. Sumber foto: Kliksadat
Alat transportasi publik ini mulai ada di Jogja sekitar tahun 80’an menggantikan colt kampus, mobil pic up yang dimodifikasi menjadi angkutan umum. Bus-bus berukuran sedang dengan kapasitas sekitar 27 orang ini melayani kebutuhan bepergian ke berbagai tempat di Kota Jogja. Tidak seperti bus kota di Jakarta yang terkesan kotor, setidaknya bus-bus kota di Jogja relatif lebih bersih sehingga lebih nyaman bagi penumpang. Dengan bus kota, Anda dapat menikmati jalan-jalan dan tempat-tempat menarik di Yogyakarta.

Terminal Bus Jombor

Terminal Jombor adalah terminal bus yang letaknya paling dekat dengan Roemah Pelantjong. Jaraknya hanya sekitar 1 KM. Terminal ini terletak di Yogyakarta bagian utara. Walaupun tak sebesar terminal Giwangan, tetapi Angkutan Kota Antar Propinsi (AKAP), Angkutan Kota Dalam Propinsi (AKDP), trans Jogja, dan travel biasa singgah di sini. Selain angkutan umum, di sini juga terdapat beberapa rental mobil dan jasa paket pengirimann.

Terminal Bus Modern Giwangan

Ruang Tunggu di Terminal Giwangan. Sumber: Detik.com
Terminal Giwangan didirikan pada 10 Oktober 2004 di sebelah Tenggara Djogdjakarta, Tepatnya di depan Jalan Lingkar Selatan (RingRoad Selatan) dengan luas sekitar 5,8 hektare. Terminal ini menggantikan terminal Umbulharjo yang telah bertahun-tahun melayani penumpang bus.


Stasiun Tugu

Sumber foto: Antara
Stasiun Yogyakarta (kode: YK, +113 m dpl) — juga dikenal sebagai Stasiun Tugu — terletak di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan berada di bawah naungan PT Kereta Api (Persero) Daerah Operasi VI. Stasiun ini beserta rel KA yang membujur dari barat ke timur merupakan daerah perbatasan antara Kecamatan Jetis dan Gedongtengen. Stasiun ini melayani pemberangkatan dan kedatangan kereta api (KA) kelas eksekutif dan bisnis. Pemberangkatan dan kedatangan KA kelas ekonomi dilayani di Stasiun Lempuyangan.

Bandara Adisutjipto

Bandar Udara Internasional Adisutjipto - Yogyakarta (JOG) merupakan gerbang udara wisata terpenting bagi kawasan segitiga JOGLOSEMAR (Jogja-Solo-Semarang). Dengan daerah pelayanan yang mencakup wilayah DIY, Jawa Tengah Bagian Selatan dan Jawa Timur Bagian Barat serta jumlah penumpang yang selalu meningkat, JOG telah menempatkan diri sebagai bandar udara tersibuk ke 3 di Pulau Jawa, setelah Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta dan Juanda Surabaya.

Peta Digital Djogdjakarta

Jangan pernah khawatir tersesat saat berada di Djogdjakarta. Jika Anda bingung arah atau tempat yang mau dikunjungi, tanyalah pada semua orang yang Anda temui di Djogdjakarta maka mereka akan menjawab dengan ramah dan menjelaskan dengan lengkap.

Nah, untuk melengkapi perjalanan, ada alat yang bisa Anda gunakan untuk memandu jalan-jalan di Djogdjakarta. Bentuknya peta digital yang didisain menggunakan flash. Silahkan download di sini.

Always Slow

Sabtu, Oktober 01, 2011

Sensasi Sepatu Rajut

Sejarah mencatat rajut telah ada sejak tahun 1500 SM. Tapi sedikitnya ada tiga versi asal muasal rajut. Pertama, rajut berasal dari Arab dan menyebar di sepanjang jalur perdagangan mereka. Kedua, rajut berasal di Amerika Selatan, di mana sebuah suku primitif menggunakan rajut untuk upacara anak yang memasuki masa akilbalik/puber. Versi ketiga, fakta bahwa di Cina, sejak lama telah ada boneka berbahan rajutan.

Dibyo Primus: Mari Budayakan Pelan

Selamat atas dibukanya Roemah PELANtjong. Budaya PELAN memang harus kembali dihadirkan di tengah masyarakat yang kian umpel-umPELAN. modernitas yang menuntut serba cepat tak menyadari bahwa bersamanya ada ancaman tenggelam secara PELAN-PELAN. kita prihatin, meski sudah ada peringatan jalan PELAN-PELAN, tapi masih saja pada ngebut, seolah papan peringatan sekedar temPELAN. semoga Roemah PELANtjong berhasil memperPELAN gaya hidup dengan langgam yang ditabuh PELAN-PELAN. Cukup sekian PELAN-PELAN aku mohon diri (mohon dibaca secara PELAN-PELAN).

Dibyo Primus, PELANtun ide-ide jenaka.

Rabu, September 28, 2011

Semua yang Pelan Ada di Sini

JOGJA, punya satu lagi tujuan wisata. Sebuah pusat belanja yang diberi nama Roemah Pelantjong. Swalayan pelan ini didirikan oleh Kafi Kurnia dan teman-temannya dan diresmikan pada 18 Juni 2011. Sekarang, Roemah Pelantjong sudah operasional dan siap menjadi salah satu rujukan wisatawan asing maupun domestik yang berkunjung ke Jogjakarta.


Surganya Wisata kreatif

Para pelaku bisnis, jajaran pemda dan pemprov, tampaknya sudah menyadari masalah ini. Tumbuh suburnya desa-desa wisata, yang menawarkan sajian wisata berbeda belakangan ini, adalah wujud dan bentuk kreativitas yang sudah mulai tercipta. Wisata kreatif harus ditumbuhkan dan ini berbasiskan masyarakat lokal. Setidaknya kini sudah ada 45 desa wisata yang siap 'dijual' ke wisatawan.

SAYEMBARA BAMBOO SAURUSS

... SAYEMBARA BAMBOO SAURUSS - A journey of re newable faith .... caranya mudah : Kunjungi BAMBOO SAURUSS di PACIFIC PLACE - Jakarta - hingga tanggal 11 SEPTEMBER 2011 .... sebuah patung bambu setinggi 3 meter dalam bentuk T-Rex bermotif batik parang .... Anda cukup berfoto didepannya dengan gaya yang unik dan nyeleneh ..... kirim foto anda ke ajaib@cbn.net.id ..... foto yang terpilih akan mendapatkan hadiah berupa merchandise khas ROEMAH PELANTJONG

BAMBOO SAURUSS – A Journey of Renewable Faith

Ritual berpuasa selama 30 hari penuh, barangkali tidaklah semestinya dianggap hanya sebagai kewajiban beragama. Barangkali maknanya jauh lebih dalam dan sangat dalam. Komikus terkenal Djogdjakarta Ismail Sukribo bersama dengan 7 orang perupa akan menempuh ritual puasa ini dengan sebuah perjalanan spiritual yang sangat unik. Sebuah patung T- Rex yang telah punah, kembali dihidupkan dan dibuat dari anyaman bamboo setinggi 3 meter. Patung T-Rex dari anyaman bamboo ini lalu diberi motif batik parang, dan rencananya akan di pamerkan di Pacific Place selama bulan Puasa. Patung ini diberi nama Bamboo Sauruss.


Fashion Show Kerudung

Mulai tanggal 12 Agustus hingga Lebaran, Roemah Pelantjong di Djogdjakarta menggelar sebuah acara esklusif berupa pameran “Sajadah dan Kerudung”. Pameran unik ini digagas Roemah Pelantjong sebagai salah satu event untuk merayakan Ramadhan 2011. Event seperti ini direncanakan akan dilakukan secara teratur di bulan-bulan berikutnya dengan berbagai tema kreatif dan unik.

Pameran Sajadah dan Kerudung

 Sumber: Jogjanews
Sajadah yang akrab dengar ritual berdoa dan shalat yang biasanya ditampilkan dengan tenunan permadani secara klasik, kini tampil berbeda dengan kain berkonsep perca yang unik. Sedangkan kerudung yang terbuat dari sutra liar dalam warna yang sangat sederhana menambah daya tarik Pameran Sajadah dan Kerudung di Roemah Pelantjong Yogyakarta.


Kunjungan Concept Magazine

Sumber: Concept Magazine
Berangkat dari ide untuk memproklamirkan Djogdjakarta, sebagai Ibu Kota Pelan di dunia dan untuk meletakan Djogdjakarta di peta industri turisme dunia, yang memiliki keunikan budaya, dan keindahan alam, serta kualitas hidup yang sangat tinggi, maka Kafi Kurnia dan teman-teman mendirikan sebuah pasar swalayan “pelan” pertama di dunia “Roemah Pelantjong.” Swalayan “pelan” ini terletak di Jalan Raya Magelang Km 8, tak jauh dari area Candi Borobudur.

Roemah Pelantjong, Surganya Wisata Pelan

Sumber: Biang Penasaran
Seorang murid bertanya kepada gurunya, mengapa ia selalu nampak berbahagia setiap saat. Apapun situasinya. Biarpun ketika sang guru makan tanpa lauk, ia makan dengan lahap dan sangat berbahagia. Sang guru membalas dengan senyum, dan kata beliau, “Apa alasan kita untuk tidak berbahagia ? ” Sang murid menggeleng bingung. Sang guru melanjutkan “Kita tidak berbahagia, ketika kita mengejar segala-galanya dan dikalahkan waktu. Bukankah kita akan bahagia selama hidup kita satu irama dengan waktu ?” Cerita Zen tadi diceritakan guru spiritual Kafi Kurnia, hampir 20 tahun yang lalu. Saat itu Kafi diajarkan untuk memperlambat hidupnya, menikmati jedah, dan tertawa setiap kali ada kesempatan. Percaya atau tidak hal inilah yang menyelamatkan kehehidupan Kafi Kurnia selanjutnya.

Lebih dari 5 tahun kemudian, di Bali, sambil menikmati senja yang turun di Jimbaran, seorang teman sambil bergurau, bercerita tentang keinginan-nya untuk hidup bermalas-malas-an. Karena bermalas-malasan adalah kemewahan hidup yang berikutnya. Ide itu melekat kuat dalam benak Kafi Kurnia.

Kamis, Agustus 25, 2011

Pelan untuk pelancong


Sumber: Esquire
Ide kreatif Kafi Kurnia dan beberapa temannya membuahkan sebuah sebutan baru bagi kota Yogyakarta. Mereka memproklamasikan Yogyakarta sebagai Ibukota Pelan di dunia. Bukan sebagai ejekan atau pelecehan, tapi justru aksi ini dilakukan sebagai bentuk pemasaran pariwisata kota Yogya. Sebagai dukungan aksinya, Kafi dan temantemannya, mendirikan sebuah pasar swalayan ‘pelan’ pertama di dunia di areal seluas 1500 meter persegi yang diberi nama Roemah Pelancong. Anda bisa menikmati minuman pelan, makanan pelan, musik pelan, permainan pelan, seni pelan, dan bahkan, oleh-oleh pelan, di tempat ini. Hal lainnya yang bisa Anda nikmati adalah galeri tetap Ismail Kribo, artis komik dan karikatur koran Kompas Minggu. Penasaran? Ayo, segera ke kota terpelan di dunia ini.

Selasa, Agustus 16, 2011

Ahmad Faisal Ismail: Berkibar Bersama Sukribo

Sumber: HenryKomik

Nama lengkapnya Ahmad Faisal Ismail, tapi ia lebih populer dengan nama Mail Sukribo. Mail memang pencipta tokoh kartun Sukribo yang secara berkala muncul di Kompas edisi Minggu. Bahkan, Sukribo jua sudah mucul di kaus, mug, dan lainnya. Ia juga punya studio Sebikom yang mengerjakan berbagai karya ilustrasi.

Sabtu, Agustus 13, 2011

Roemah Pelantjong Gelar Pameran “Sajadah dan Kerudung”

Sumber: Kapanlagi
Mulai tanggal 12 Agustus hingga Lebaran, Roemah Pelantjong di Djogdjakarta menggelar sebuah acara esklusif berupa pameran “Sajadah dan Kerudung”. Pameran unik ini digagas Roemah Pelantjong sebagai salah satu event untuk merayakan Ramadhan 2011. Event seperti ini direncanakan akan dilakukan secara teratur di bulan-bulan berikutnya dengan berbagai tema kreatif dan unik.

Kurator senior Roemah Pelantjong, KAFI KURNIA mengatakan bahwa Roemah Pelantjong akan terus menerus menggali berbagai kekayaan budaya dan etnik Indonesia dan mengangkatnya menjadi sebuah event seni, semata-mata sebagai gerakan motivasi untuk membangkitkan gairah para pengrajin untuk terus menerus berinovasi.

KAFI KURNIA, berharap misi dan visi Roemah Pelantjong – Djogdjakarta sebagai sebuah kawah candradimuka untuk menggagas inovasi dan kreativitas karya-karya kontemporer akan terus berkelanjutan dan bisa sekaligus memposisikan Djogdjakarta sebagai tujuan utama pariwisata di ASIA.

Pameran “Sajadah dan Kerudung” sangat kritis dan strategis, karena walaupun jumlah produk yang dipamerkan sangat terbatas, namun pameran ini mampu menampilkan sebuah keberanian baru untuk berkreasi, terutama karena karya-karya yang ditampilkan mewakili desainer muda dengan interpretasi segar.

Sebagai contoh, Sajadah yang akrab dengan ritual berdoa dan shalat yang biasanya ditampilkan dalam tenunan permadani secara klasik, kini tampil berbeda dengan kain berkonsep perca yang unik. Sejarah teknik menjahit dengan perca, telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Awalnya barangkali adalah untuk menyelamatkan potongan-potongan sisa kain tua, lalu menjahitnya menjadi satu, dan menjadi kain yang lebih berguna seperti selimut. Itu sebabnya teknik ini banyak berkembang diberbagai jaman revolusi dan kolonial, ketika rakyat mengalami masa-masa sulit. Kain-kain yang disambung menjadi satu ini, awalnya tidak memerhatikan motif dan bentuk, tampil seadanya. Lalu berkembang menjadi keragaman motif yang memukau. Dan dikenal dalam berbagai budaya etnik, mulai dari Mesir, Rusia hingga Amerika.

Sajadah yang ditampilkan di Roemah Pelantjong, kali ini adalah juga karya seorang pengrajin Ibu rumah tangga dari Jakarta, yang awalnya bereksperimen dengan sisa kain. Lalu dikembangkan dengan menggunakan kain dan bahan berkualitas tinggi, menampilkan motif mozaik dengan warna dan desain kontemporer. Dibuat dengan bantuan perangkat lunak modern dan tingkat ketepatan (presisi) yang sangat tinggi, masing-masing sajadah yang dibuat mempunyai kekhasan tersendiri, tidak ada yang sama persis.

Produk kedua yang dipamerkan adalah kerudung. Sebuah asesori yang dipakai kaum perempuan dalam berbagai agama termasuk Islam. Kerudung menampilkan perempuan dalam sosok yang khusuk dan anggun. Dalam berbagai budaya, kerudung seringkali dipakai dalam saat-saat penting seperti ketika berduka cita, atau peristiwa keagamaan yang sangat besar, termasuk Lebaran. Kali ini Roemah Pelantjong menampilkan dua sumbu desain yang sangat berbeda dan esklusif.

Yang pertama, Roemah Pelantjong bekerja sama dengan seorang desainer muda asal Djogdjakarta menampilkan desain batik kontemporer, yang membuat interpretasi, baik gaya, warna dan motif yang baru. Desain kedua sangat tumpul dan lebih mono-krome, yaitu berupa aneka kerudung terbuat dari sutra liar. Tampil dalam warna yang sangat sederhana, apa adanya namun berkonsep ramah lingkungan yang berbeda. Esklusifitas dalam kesederhanaan alam. Keduanya menampilkan sebuah harmonisasi dan integritas yang baru dan segar.

Sebagai bonus, kurator senior Roemah Pelantjong, KAFI KURNIA, juga menampilkan berbagai sarung dengan warna-warna yang berlawanan dengan desain klasik terdahulu. Motif sarung secara klasik yang sangat maskulin, berupa garis yang berpotongan membentuk kotak, sangat tradisional, dikenal bukan saja di Indonesia, tetapi juga dibeberapa negara. Motif desain yang dikenal sebagai ‘tartan’ ini, misalnya dikenal secara filosofis dan mengakar di Scotlandia dan Amerika. Uniknya bagaimana motif tartan bisa masuk dalam motif sarung di Indonesia, masih menjadi misteri tersendiri. Beberapa rumah mode di luar negeri musim panas 2011, kembali mengangkat motif ‘tartan’ dalam berbagai desain.

Sarung yang ditampilkan Roemah Pelantjong, walaupun masih mengakar pada desain ‘tartan’ yang klasik namun dengan tampilan warna yang sangat bergairah dan ‘festive’. Tampilan warna yang sangat berani ini dimaksud sebagai arahan modis yang baru.

ROEMAH PELANTJONG dengan pameran mini ‘Sajadah dan Kerudung’ berusaha menampilkan sebuah kesegaran yang baru, dengan gaya bergagas inovatif. Menjadikan Lebaran menjadi lebih marak namun sekaligus punya arti yang lebih dalam. (cg/pr/wim)

Minggu, Agustus 07, 2011

Kafi Kurnia: Sensasi Bamboo Sauruss

Sumber: Gatra

JAKARTA-Ingin suasana berbeda sambil menunggu bedug buka puasa, silahkan datang ke Pacific Place! Di sana Anda akan menemukan suasana masa silam yang romantik. Adalah kelompok perupa Q+ atau Q‐Plus, yang mencoba menghidupkan suasana purba dengan ekspresi masa kini. Mereka menggagas ritual puasa ini dengan sebuah perjalanan spiritual yang sangat unik. Sebuah patung T‐ Rex yang telah punah, kembali dihidupkan dan dibuat dari anyaman bamboo setinggi 3 meter.

Patung T‐Rex dari anyaman bamboo ini lalu diberi motif batik parang, dan rencananya akan di pamerkan di Pacific Place selama bulan Puasa. Patung ini diberi nama Bamboo Sauruss. Gagasan ini pertama kali diungkap, Andi Ramdani dari Q+, lalu bergulir menjadi sebuah ide kolaborasi bersama Ikro’ Ahmad Ibrahim, Anton Win, Didi ‘797’, Sunardi St, Tri Pandrong, Fandi Panda, dan Akbar Bangkit.

Kafi Kurnia, kurator dari Lentur Gallery di Roemah Pelantjong – Djogdjakarta menjelaskan bahwa Bamboo Sauruss merupakan sebuah simbolisasi perjalalanan spiritual untuk sebuah preservasi iman dan pencarian jati diri kembali (reinventing oneself). Itu sebabnya Bamboo Sauruss diberi tambahan embel‐embel thema “A Renewable Faith”.

Bamboo Sauruss menurut KAFI KURNIA sarat makna dan perlambang. T‐Rex sang dinosaurus yang telah jutaan tahun punah adalah simbolisasi titik awal. Simbolisasi ini misalnya dalam sebuah pertunjukan wayang kulit selalu dihadirkan dalam bentuk gunungan. Bamboo Sauruss setinggi 3 meter ini juga merupakan simbolisasi gunungan secara kontemporer.

Simbolisasi gunungan bukanlah sebuah sikap sombong dan arogan. Melainkan sebuah titik awal untuk merenung, meditasi dan introspeksi. Orang‐orang zaman dahulu sudah menggunakan bentuk gunung ini untuk barang sehari‐hari seperti caping, topi bambu berbentuk kerucut, sehingga air hujan tidak mengganggu kepala, akan tetapi mata tetap dapat memandang dengan leluasa.

Selanjutnya, atap rumah joglo, yang menunjukkan bahwa pusat bangunan dengan lantai tertinggi terlelak di pusat, dibawah puncak atap dan merupakan tempat berdoa yang paling efektif. Nasi tumpeng juga berbentuk kerucut, dan puncaknya dipersembahkan kepada pimpinan tertinggi dalam acara ritual. Payung kraton bertingkat tiga juga menggambarkan tingkatan dari kamadhatu, rupadhatu dan arupadhatu.

Istilah kamadhatu, rupadhatu dan arupadhatu adalah tingkatan dari gunung. Bagian kaki melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau nafsu,keinginan yang rendah, yaitu dunia manusia biasa.

Bagian tengah melambangkan Rupadhatu, yaitu dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari ikatan nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk, yaitu dunianya orang suci dan merupakan “alam antara” yang memisahkan “alam bawah” (kamadhatu) dengan “alam atas” (arupadhatu). Bagian atas, Arupadhatu, yaitu “alam atas” atau nirwana, dimana kebebasan mutlak telah tercapai, bebas dari keinginan dan bebas dari ikatan bentuk dan rupa.
Jadi bentuk T‐Rex adalah gunungan secara kontemporer yang mengawali sebuah titik permulaan. Simbol kedua adalah bambu yang dianyam menjadi patung T‐rex. Bambu itu liat dan lentur. Meskipun berakar serabut, pohon bambu tahan terhadap terpaan angin kencang, dengan kelenturannya dia mampu bergoyang bak seorang penari balet, fleksibilitas itu lah bambu. gerak yang mengikuti arus angin ,tetapi tetap kokoh berdiri di tempatnya mengajarkan kita sikap hidup yang berpijak pada keteguhan hati dalam menjalani hidup walau penuh cobaan dan tantangan, namun tidak kaku.

Bambu juga dapat di simbolkan sebagai sebuah siklus hidup manusia, contohnya setelah tunas tumbuh lalu keluar lah rebung, dan lalu besar bertunas dan menjulang tinggi. ini mengajarkan bagaimana kita perlu proses untuk menjadi lebih baik, dengan kesabaran, ketekunan, kegigihan dalam berusaha. Itu lah yang akan menjadi pintu kesuksesan seseorang.

Walaupun mungkin standar kesuksesan berbeda setiap orang, tapi itu bisa mengajarkan kita bagaimana cara berproses, hidup bukan sesuatu yang instan tapi dia berproses, tinggal bagaimana kita bisa menjadikan proses ini menjadi lebih berguna bagi kita semua.

Manfaat bambu yang sangat luar biasa, menjadikan juga bambu sebagai sebuah bahan baku ramah lingkungan dan yang selalu terbarukan. Siklus dan proses yang disimbolkan oleh bambu menjadi inti perjalanan spiritual kita bersama saat berpuasa. Menemukan diri kita yang sesungguhnya dan melahirkannya kembali dalam sebuah kesucian yang baru. Yang lebih baik. Yang lebih manusiawi.

Simbol terakhir adalah motif batik parang. Motif batik parang memiliki filosofi yang sangat dalam terkandung di dalamnya dan tidak sesederhana motifnya. Parang berasal dari kata pereng, yang berarti lereng. Perengan menggambarkan sebuah garis menurun dari tinggi ke rendah secara diagonal.

Susunan motif leter S jalin‐menjalin tidak terputus melambangkan kesinambungan. Bentuk dasar leter S diambil dari ombak samudra yang menggambarkan semangat tidak pernah padam. Batik parang memiliki nilai filosofis yang sangat tinggi berupa petuah agar tidak pernah menyerah sebagaimana ombak laut yang tak pernah berhenti bergerak. Batik parang pun menggambarkan jalinan yang tidak pernah putus, baik itu dalam arti upaya memperbaiki diri, upaya memperjuangkan kesejahteraan, maupun bentuk pertalian keluarga di mana batik parang di masa lalu merupakan hadiah dari bangsawan kepada anak‐anaknya.

Dalam konteks tersebut, motif parang mengandung petuah dari orang tua agar melanjutkan perjuangan yang telah dirintis. Garis lurus diagonal melambangkan rasa hormat dan keteladanan, serta kesetiaan pada nilai‐nilai kebenaran Introspeksi diri, menyadari proses dan siklus kedewasaan, serta perjuangan dengan semangat tidak pernah padam menjadikan BAMBOO SAURUSS, sungguh sebuah perjalanan spiritual yang unik di bulan puasa ini. Rencananya BAMBOO SAURUSS setelah dipamerkan akan dilelang dan hasilnya akan disumbangkan untuk misi‐misi social (dwt).

Senin, Agustus 01, 2011

Mengunjungi Roemah Pelantjong Djogdjakarta

Sumber: Nova
"Monggo pinarak," sambut para pemandu di Roemah Pelantjong.
"Hari ini Sabtu 18 Juni 2011, kami para pemangku Roemah Pelantjong dengan segala kerendahan hati memproklamirkan Djokdjakarta sebagai ibukota pelan di dunia. “

Begitu semacam prasasti yang terlihat di dinding Roemah Pelantjong, semacam pasar swalayan di Yogyakarta. Roemah Pelantjong yang menempati lahan sekitar 1.500 meter pesegi menjadi sebuah tempat unik di kota budaya ini. Roemah Pelantjong yang berslogan Yogyakarta Slowly Asia digagas oleh Kafi Kurnia dan mengajak bekerja sama seniman Yogyakarta seperti Ahmad Faisal Ismail.

Kafi Kurnia terkesan dengan filosofi hidup orang Yogyakarta yaitu hidup “Alon-alon Maton Kelakon” yang artinya pelan-pelan yang penting terlaksana. “ Sebuah filosofi yang sering disalah tafsirkan, menjadi gaya hidup pelan-pelan saja. Alias semuanya serba lambat. Padahal filosofi hidup ini, mengajarkan sebuah gaya hidup yang penuh perhitungan, “goal oriented” dan hidup satu irama dengan waktu. Hidup yang tenteram, sentosa, dan sejahtera.

Menurut Ahmad Faisal, ketika dalam perjalanan ke luar negeri, Kafi sering mengampanyekan ide ini dan mendapat sambutan hangat. Semacam aksi untuk meletakkan Jogja di peta industri turisme dunia yang memiliki keunikan budaya, keindahan alam, serta memilikii kualitas hidup yang tinggi. “Agar turis dan konsumen bisa menikm

Menempati lokasi strategis di Jalan Magelang km 8, Roemah Pelantjong didesain artistik bekerja sama dengan para seniman. Dindingnya dipenuhi seni mural, lukisan wayang yang khas Yogyakarta. Karakater kartun Mail yang dimuat secara berkala di Harian Kompas, Sukribo, juga banyak menghiasi dinding ruangan. Tentu saja, “Dipajang pula banyak produk seni yang pembuatannya mesti pelan tidak bisa instan seperti tenun, rajutan, dan bati k tulis yang dibuat dengan pelan dan kesungguhan,”papar Mail.

Lantaran bersemangat pelan ini, salah satu hiasannya adalah sepeda onthel, kendaraan pelan yang menyehatkan itu. “Kami juga melengkapinya dengan galeri seni, karena Jogja tidak bisa lepas dari itu,” lanjutnya.

Roemah Pelantjong juga dilengkapi kafe dan ruang food court. M. Tabrany, chef di Roemah PPelantjong menuturkan, salah satunya ia mendesain kafe dengan konsep angkringan. “Angkringan, kan, identik dengan mekanisme pelan. Di sini, saya membuat minuman juga dengan irama pelan,, kembali ke masa lalu. Misalnya memasak air dengan menggunakan anglo. Mulai membakar api, menjerang air tidak instan. Memang selama pengalaman menjadi chef, metode memasak yang paling natural dan kembali ke alam, akan menghasilkan cita rasa yang sempurna. Nah, teh cencem ini diminum dengan pakai gula batu. Mesti pelan, kan, tidak bisa langsung jadi seperti gula pasir. Rasanya sudah pasti nikmat,” kata Tabrany.

Tabrany melanjutkan, ia juga ingin mengangkat soto sebagai kekhasan kuliner Yogyakarta. “Sekarang ini terkenal soto lamongan, soto Kudus, soto Betawi, tapi tidak ada soto Jogja. Makanya, Roemah Pelantjong menghidangkan soto Jogja yang punya identitas khas. Berisi daging, kikil, dan jeroan, kuah soto Jogja menurut Tabrany, rasanya asam pedas. “Sayurannya juga berbeda, yaitu antara lain menggunakan wortel, buncis, kentang potong kotak. Dijamin memang beda dengan soto lainnya.”


Meski belum lama buka, Roemah Pelantjong sudah mendapat respons positif dari pengunjung. Hanya saja, menurut Mail, masih perlu terus pembenahan. Misalnya saja mewujudkan Minioboro, plesetan Malioboro, yang menafaatkan selasar di Roemah Pelantjong dengan menggandeng para UKM. Nah, kalau Anda ingin menikmati suasana ibukota pelan sedunia, tak ada salahnya mampir ke Roemah Pelantjong.

Henry

Sabtu, Juli 23, 2011

Indonesia Bermain Tutup Putaran Pertama Road Play di Yogya

Sumber: VGI
Putaran pertama Road Play, sebutan roadshow bagi Indonesia Bermain, baru saja terlewati. Lebih dari 200 orang menyambut Road Play secara antusias di tiga kota, yaitu Semarang, Solo, dan Yogyakarta. Mengangkat tema berbagi semangat positive gaming, Road Play Indonesia Bermain mencoba untuk kembali mengingatkan tentang berbagai potensi besar dari aktivitas bermain.

Didukung oleh komunitas  Wedangan, Asosiasi Desain Grafis Indonesia (ADGI) Chapter Jogja, Gamelan, dan berbagai komunitas kreatif lainnya, Road Play Yogya digelar pada tanggal 16 Juli 2011 lalu di Roemah Pelantjong, Yogyakarta. Marsudi, Creative Director dari PT Aseli Dagadu Djokdja, membuka sesi sharing pada acara tersebut.

Beliau mengungkap bahwa salah satu kunci dari segala pencapaian Dagadu adalah keleluasaan bagi seluruh staf untuk selalu bermain dan berkreasi dengan berbagai tema yang ada. Sesi sharing dilanjutkan oleh Eko Nugroho, yang menyampaikan bahwa sebenarnya kita sewaktu kecil banyak belajar lewat bermain.

Sharing darinya kemudian beliau tutup dengan berkata, "Untuk itulah sebenarnya Indonesia Bermain mencoba untuk hadir, demi kembali mengingatkan kita semua akan potensi bermain yang sesungguhnya." Di tiap kota penyelenggara Road Play, juga disampaikan informasi mengenai kompetisi yang akan menjadi salah satu rangkaian dari acara Indonesia Bermain.

Agate Studio dan Kummara sebagai penyelenggara, dengan dukungan Nokia Indonesia, akan menjaring berbagai game ideas (digital dan board game) serta mobile game ideas lewat Indonesia Bermain. Dalam hal ini, Nokia Indonesia sangat mendukung industri game di Indonesia untuk terus maju dan berkembang.

Menjelang weekend ini, Road Play putaran kedua dari Indonesia Bermain kembali akan berlangsung di tiga kota, yaitu Surabaya (21 Juli 2011), Bandung (23 Juli 2011), dan kemudian akan disusul oleh Jakarta pada tanggal 30 Juli 2011 nantinya. Informasi selengkapnya mengenai Road Play di kota-kota tersebut bisa diakses di http://indonesiabermain.com/roadshow/. (HKD)

Via: Agate Studio, Kummara Creative Studio