Rabu, September 28, 2011

Surganya Wisata kreatif

Para pelaku bisnis, jajaran pemda dan pemprov, tampaknya sudah menyadari masalah ini. Tumbuh suburnya desa-desa wisata, yang menawarkan sajian wisata berbeda belakangan ini, adalah wujud dan bentuk kreativitas yang sudah mulai tercipta. Wisata kreatif harus ditumbuhkan dan ini berbasiskan masyarakat lokal. Setidaknya kini sudah ada 45 desa wisata yang siap 'dijual' ke wisatawan.
Desa wisata Kasongan, Tembi, Turi serta puluhan desa wisata lainnya merupakan beberapa contoh konsep penggarapan wisata berbasiskan masyarakat desa.

Di desa wisata, para wisatawan seolah ikut larut dalam kehidupan masyarakat desa yang tengah dikunjunginya. Mereka juga bisa ikut merasakan bagaimana menghasilkan karya seni yang dijualnya. Di desa Kasongan misalnya, wisatawan yang menginap di sana bisa belajar untuk membuat cindera mata dari bahan gerabah, mulai dari tanah liat hingga menjadi barang cindera mata yang siap untuk dijual. Nah, di sinilah perbedaan yang sangat nyata dengan tempat wisata lainnya. Di sini ada unsur edukasi.

Jelas paket wisata semacam ini sebenarnya bisa dijual ke sekolah-sekolah di seluruh tanah air, sehingga para siswa bisa belajar banyak tentang potensi yang ada di kawasan DIY. Kalau ini bisa dilakukan, niscaya keramaian kunjungan wisata tidak hanya terjadi pada masa liburan sekolah atau para saat liburan akhir tahun, namun bisa terjadi sepanjang masa. Para guru sekolah bisa memasukkan kurikulum wisata edukasi semacam wisata ke 'desa wisata' ini ke dalam kurikulum pelajaran, sehingga pada saat praktiknya mereka bisa mengunjungi kawasan DIY sesuai dengan kurikulum yang tersedia. Periodenya, menjadi tidak tergantung lagi pada musim liburan sekolah.

Masih banyak ide dan wacana yang bisa dikembangkan sehubungan dengan pengembangan sektor kepariwisataan, yang nyata-nyata sangat besar kontribusinya bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Paket 'wisata wisuda' sarjana misalnya, juga bisa dikembangkan untuk turut menyemarakkan wisata DIY.

Bukankah paket semacam ini tanpa disadari juga akan berdampak cukup signifikan bagi menggeliatnya sektor pariwisata. Apalagi di DIY ini bercokol tidak kurang empat PTN dan puluhan PTS. Sebut saja UGM sebagai PT terbesar, dalam setahunnya mengadakan wisuda sebanyak empat kali. Bukankah ini merupakan potensi tersembunyi yang bisa dikembangkan di kemudian hari?

Tentunya, wisata kreatif lainnya bisa diciptakan lagi, seiring dengan perkembangan yang ada. Misalnya, paket training (pelatihan) perusahaan, yang dikemas dengan paket wisata (sarana refreshing). Intinya adalah, bisnis pariwisata di kawasan DIY hendaknya bisa terus bergulir sepanjang tahun tanpa jeda, tidak hanya periodik, momentum dan cenderung jangka pendek.

Tentunya, untuk mewujudkan impian itu perlu kerja keras dan cerdas. Masalah ini harus mendapatkan penajaman prioritas. Potensi DIY yang sangat hebat ini, harus dijembatani dan difasilitasi dengan kerja kreatif serta inovatif. Pencapaian kinerja wisata yang sudah bagus, perlu lebih ditingkatkan lagi. Puluhan pantai, hingga pesona Merapi yang tidak pernah membosankan, jelas memerlukan sentuhan yang lebih kreatif lagi. Itu semua untuk mewujudkan wisata DIY sebagai daerah tujuan wisata nomor satu di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar