Minggu, Februari 05, 2012

Prasasti Cinta Sultan Djogdjakarta (3)


Menjabat sebagai Raja di Negara Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, tidak membuat Sri Sultan Hamengku Buwono IX semena-mena pada kepentingan rakyat banyak. Beliau memberikan sebagian ruangan dan tanah milik keraton demi berjuang membangun pendidikan di negeri ini.

3. Gedung Keraton untuk UGM

Agresi Militer Belanda ke Indonesia bulan Desember 1948 berdampak buruk pada rintisan pendidikan tinggi di Republik yang baru berdiri 3 tahun. Sejumlah perguruan tinggi di Solo, Klaten, dan Djogdjakarta terpaksa tutup karena prioritas saat itu adalah berjuang melawan penjajahan Belanda.

Tanggal 20 Mei 1949, sejumlah guru besar dan tokoh-tokoh pendidikan terkemuka saat itu bertemu di Pendopo Kepatihan, Keraton Djogdjakarta. Hasil pertemuan itu adalah mereka akan mendirikan kembali perguruan tinggi di wilayah republik Indonesia, yaitu Djogdjakarta.

Kesulitan utama yang dihadapi para Guru besar itu adalah tidak adanya ruang untuk kuliah. Dalam situasi yang penuh semangat perjuangan meningkatkan martabat manusia Indonesia dan melawan penjajahan, Sri Sultan Hamengku Buwono IX bersedia meminjamkan kraton dan beberapa gedung milik kraton untuk digunakan sebagai ruangan kuliah dan perkantoran.

Kesulitan teratasi dan sejak November  1949, berdirilah Yayasan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada yang menyelenggarakan perkuliahannya di lingkungan Keraton Djogdjakarta.

Beroperasinya balai perguruan tinggi Gadjah Mada itu kemudian mendorong lahirnya Universitas Gadjah Mada. Maka pada tanggal 19 Desember 1949 Presiden Indonesia Ir. Soekarno, meresmikan berdirinya Universitas Gadjah Mada sebagai perjuangan sekaligus membuka mata dunia bahwa meski diserang habis-habisan oleh Belanda, Bangsa Indonesia tetap sanggup berdiri dengan tegak. (bersambung).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar